Bungo – Masyarakat Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang mulai angkat bicara. Mereka menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah kecamatan dan aparat terkait terhadap aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang kian merajalela di wilayah tersebut.
Keputusan yang dihasilkan dalam musyawarah Dusun Baru Lubuk Mengkuang justru menuai kritik keras. Alih-alih mendukung program Pemkab Bungo yang sedang gencar menertibkan PETI, pemerintah dusun bersama perangkatnya malah dianggap memberi ruang gerak bagi para pelaku.
Lebih parah lagi, hingga kini tidak ada langkah nyata dari pemerintah kecamatan maupun aparat penegak hukum. Diamnya pihak-pihak terkait semakin menguatkan dugaan bahwa ada pembiaran, bahkan kemungkinan keberpihakan pada kepentingan kelompok tertentu.
“Surat undangan resmi dari pihak dusun dan hasil musyawarah yang terang-terangan memihak pelaku PETI sudah cukup jadi bukti. Kenapa kecamatan diam saja?” ujar salah satu warga penuh kecewa.
Aktivitas PETI di Limbur Lubuk Mengkuang mayoritas menggunakan sistem lobang tikus, yaitu metode tradisional dengan cara menggali lubang vertikal dan horizontal menyerupai terowongan tikus.
Tujuan utama penambangan ini adalah mencari butiran emas yang terkandung dalam tanah dan batuan di kedalaman tertentu. Para penambang beranggapan cara ini lebih murah dibandingkan tambang modern, karena hanya mengandalkan peralatan sederhana seperti cangkul, linggis, kayu penyangga, dan mesin semprot.
Namun, cara ini sangat berbahaya:
- Mengancam keselamatan penambang karena rawan longsor dan kehabisan oksigen di dalam lubang.
- Merusak lingkungan akibat tanah galian berserakan dan air raksa/merkuri yang dipakai mencemari sungai.
- Mengganggu kehidupan masyarakat sekitar karena aliran sungai menjadi keruh, lahan pertanian rusak, serta air bersih sulit diperoleh.
Meskipun berisiko tinggi, PETI lobang tikus tetap marak karena dianggap sebagai sumber penghasilan cepat bagi masyarakat yang terdesak ekonomi. Sayangnya, aktivitas ilegal ini justru dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk kepentingan pribadi, sehingga penertiban kerap terhambat.
Kini, masyarakat mempertanyakan komitmen pemerintah kecamatan dan aparat hukum. Bagaimana mungkin Pemkab Bungo bisa menekan aktivitas PETI jika di tingkat dusun dan kecamatan justru memberi ruang dan membiarkan aktivitas berbahaya itu terus berlangsung?
Masyarakat pun mendesak Bupati Bungo segera turun tangan untuk mengambil alih penanganan. Sebab jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan dan keselamatan warga yang terancam, tetapi juga marwah pemerintahan akan tercoreng.
“Ini bukan lagi sekadar tambang, ini soal keberanian pemerintah membela rakyat atau membiarkan kerusakan terus terjadi,” tegas seorang warga.
Masyarakat berharap laporan ini benar-benar sampai ke telinga Bupati Bungo agar ada langkah nyata sebelum semuanya terlambat. (*)
Penulis: Mey Landry